Oleh: Puguh Utomo, S.Sos. |
Bagainana denga website sekolah? Apakah dengan program itu
akan banyak sekolah yang memiliki website? Khususnya sekolah, jika hari ini, jaman now, tidak memiliki website maka
mungkin sudah ketinggalan zaman. Website bukan hal baru. Apalagi, di lingkungan
pendidikan seperti sekolah/madrasah. Ada sekolah yang telah bertahun-tahun
memiliki website. Mereka aktif mengunggah berita, video, pengumuman, dan
lain-lain tentang sekolahnya. Bahkan, sekolah tertentu memiliki tampilan
website yang bagus. Ratusan ribu orang tercatat sudah mengunjungi website
tersebut.
Website sebagai salah satu media sosialisasi atau
pemberitahuan. Baik sosialisasi secara internal di sekolah tersebut maupun
secara eksternal pada masyarakat. Misalnya jika ada siswa/siswi yang menjuarai
lomba tingkat nasional maka foto dan beritanya bisa diunggah di web. Kemudian,
dibagikan (share) di sosial media
seperti facebook maupun whatsapp agar lebih cepat dikenal.
Website sebagai media on
line memiliki kelebihan. Biaya lebih murah meskipun ini relatif. Misalnya
website MAN 2 Nganjuk (www.man2nganjuk.schl.id), per tahun Rp 55.000,-.
Hostingnya gratis dengan memanfaatkan fasilitas google. Awalnya pembuatan website menghabiskan biaya sekitar Rp 700.000,-.
Dengan harga itu website bisa langsung digunakan.
Jika dulu koneksi internet masih sulit dan menjadi kendala
media on line, sekarang tidak lagi. Kini,
orang lebih mudah on line atau
terhubung dengan internet dengan handphone
(hp). Harga paket internet kartu perdana relatif terjangkau. Kini, orang
cenderung berkomunikasi dengan sosial media seperti whatsapp daripada short
message servis (SMS). Di warung kopi, bengkel, apalagi sekolah sudah
menyediakan wifi gratis. Bahkan, di pelosok desa ada toko kecil memasang tiang
antena untuk wifi. Inilah era digital.
Jangkauan website lebih luas. Bahkan, mendunia. Siapapun,
dari belahan bumi manapun bisa bisa mengaksesnya asalnya terhubung dengan
internet. Dimanapun dan kapanpun. Orang yang pernah membuka website sekolah
kemungkinan bisa menceritakan pada orang yang belum tahu. Istilahnya getok tular. Siswa/siswinya, gurunya,
wali murid, stakeholder, dan
lain-lain bisa mengaksesnya.
Profil madrasah, visi misi madrasah, guru dan staf bisa di
tampilkan di website. Prestasi, kegiatan, alumni, dan lain-lain bisa
ditampilkan di website. Apalagi setingkat sekolah menengah atas (SMA) atau madrasah
aliyah (MA). Banyak bakat seni (musik, tari, suara, film, sastra, dll),
prestasi, yang diukir oleh siswa/siswinya maupun gurunya. Misalnya ada
siswa/siswi yang menampilkan Tari Saman maka bisa dibuat video dan diunggah di
youtube secara gratis dan tautannya bisa di link
ke website. Konten website pun dapat diperbarui dan kontennya “abadi” selama
tidak dihapus. Bisa dibaca, dilihat, ditonton sampai kapanpun. Mungkin dengan
itu pula, melalui website mampu menarik minat calon peserta didik baru saat
tahun ajaran baru.
Website mampu menampilan citra yang positif sebuah sekolah. Dalam
hal ini tentu tidak dimaknai secara sempit seperti pamer sekolah atau sombong. Misalnya
jika memublikasikan siswa/siswi yang berprestasi di website merupakan bentuk
penghargaan terhadap siswa/siswi tersebut. Bahkan, jika dikelola dengan baik
sebuah website juga mampu menjadi media dakwah. Misalnya di website ada tulisan
yang membahas tentang ilmu fikih.
Namun, kembali pada hakikat website sebagai media atau alat.
Website juga bergantung pada pengelolaannya. Perlu ada orang yang rajin dan
aktif menulis berita, mengarsipkan foto, mempercantik tampilan website,
mempublikasikan foto, mengedit video, mengunggah video. Juga mengelola sosial
media sebagai sarana publikasi. Tidak mungkin sebuah website ditangani oleh
satu orang saja. Pengelolaan dan pengembangan website adalah kerja tim. Pengelola
bisa siapapun. Bisa guru, orang TU, siswa/siswi, atau siapapun sebagai
kontributor yang berhasrat dalam dunia tulis menulis. Namun, perlu dewan
redaksi yang biasanya di bawah wakil kepala humas.
Jika di suatu sekolah terdapat ekstrakurikuler jurnalistik
maka bisa jadi lebih mudah. Kegiatan-kegiatan tertentu bisa meminta bantuan
anggota jurnalis untuk memotret kegiatan. Bahkan, bisa dilatih untuk menulis
berita. Hal itu juga dilakukan untuk melatih siswa/siswi yang berbakat,
berminat dalam bidang jurnalistik.
Disamping itu juga perlu kebijakan dari pihak sekolah untuk
mendukung website sekolahnya. Misalnya memberikan anggaran khusus untuk koneksi
internet, kamera, kamera video. Disamping itu, mungkin perlu ada lomba website
atau semacam apresiasi dari lembaga yang menaunginya. Misalnya kategori sekolah
dengan tampilan website terbaik, kategori konten berita terbaik, kategori
pembaruan atau update berita terbaik,
kategori update video terbaik, dan lain-lain untuk memacu pengelolaan website. Jadi,
minat sekolah untuk memiliki website juga bergantung beberapa hal tersebut.
Puguh Utomo S.Sos., pengajar sosiologi, pembina jurnalistik, tim pengelola www.man2nganjuk.sch.id